teori belajar menurut pasra ahli

Minggu, 26 Februari 2012

Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).


Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).



Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.





teori belajar secara umum

Secara umum teori belajar dikelompokkan menjadi empat aliran :
1. Teori behavioristik

Secara umum teori behavioristik lebih menekankan pada kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara empirik. Tokoh teori behavioristik yang terkenal adalah Abraham Maslow dan Carl Rojer. Inti dari pikiran Maslow yaitu:

a. individu sebagai keseluruhan
b. tidak relevan apabila pemahaman manusia melalui penyelidikan hewan
c. manusia pada dasarnya memiliki pembawaan
d. pada hakekatnya manusia memiliki potensi kreatif
e. menekankan kesehatan psikologi manusia

Sedangkan pokok pikiran pada Carl Roger adalah:
a. pandangan yang sangat optimis bahwa manusia memiliki potensi untuk berkembang
b. penciptaan model terapi yang terpusat pada klien dalam menghadapi masalah yang dialami manusia

Proses pembelajaran menurut teori behavioristik adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Stimulus yang diberikan oleh guru dapat dengan beberapa macam bentuk seperti alat peraga, daftar perkalian, atau cara lain untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan dari siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

2. Teori kognitif

Teori kognitif lebih menekankan pada bagaimana proses atau upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Pada teori ini, lebih ditekankan tentang aspek kemampuan individu untuk merespon stimulus yang datang pada dirinya.

Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Tokoh teori kognitif yang terkenal adalah J. Piaget dan Jerome S. Brunner. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Oleh karena itu, makin bertambahnya umur seseorang akan mengakibatkan kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga semakin meningkatnya kemampuan dalam bidang kualitas intelektual.

Sedangkan menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang dilakukan dengan menggunakan cara kerja dari yang sederhana ke arah yang lebih rumit atau luas. Bruner juga mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika perkembangan realitas yang ada di sekitar siswa. Artinya proses pembelajaran akan efektif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatun konsep, teori, pemahaman atau aturan melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.






3. Teori konstruktivisme

Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Pada teori ini, belajar bukan proses teknologisasi bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terrhadap suatu materi yang disampaikan. Sehingga proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi yang bersifat normatif tetapi juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual.

Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator atau moderator, hanya berperan untuk memberdayakan seluruh potensi siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran. Artinya guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Proses pembelajaran seperti ini akan membuat siswa cenderung pasif, statis, dan tidak memiliki kepekaan dlam memahami persoalan. Pada teori ini, siswa harus berperan aktif, kreatif dan kritis. Sehingga sebelum menyampaikan materi guru harus mengetahui kemampuan awal siswa, jangan sampai siswa belajar berawal dari pemahaman yang kosong. Siswa dipahami sebagai pribadi yang memiliki kebebasan untuk membangun ide atau gagasan tanpa harus diintervensi oleh siapa pun, siswa diposisikan manusia dewasa yang sudah memiliki modal awal pengetahuan.

4. Teori humanisme

Teori menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori ini lebih menekankan pada bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimiliki (kognitif, afektif, psikomotorik).

Teori humanisme berpendapat bahwa teori belajar apapun, sarana dan prasarana apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai kesempurnaan hidup bagi manusia dengan indikasi kemapuan aktualisasi diri, kualitas pemahaman diri, serta kemampuan merealisasikan diri dalam kehidupan yang nyata.

Dalam teori ini tidak serta merta mampu menciptakan peserta didik menjadi sosok yang ideal, tetapi masih perlu didukung dengan berbagai hal, baik yang bersifat perangkat keras dan perangkat lunak, baik yang bersifat sumber daya manusia, maupun sumber daya material. Konsekuensinya dalam pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyebabkan manusia memiliki kebebasan untuk beraktualisasi, kebebasan untuk berpikir alternatif, dan kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.